Grebeg Syawal Tradisi Kraton
YOGYA(KRjogja.com) -
Kraton Yogyakarta menyelenggarakan tradisi Grebeg Syawal yang telah
ratusan tahun dilaksanakan untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri, Sabtu
(18/7/2015). Salah satu pangeran, GBPH Yudhaningrat yang merupakan
Manggalayudha Kraton Yogyakarta menceritakan sejarah awal tentang Grebeg
di Kraton Yogyakarta.
Kepada wartawan usai memimpin prosesi kirab Gunungan, Gusti Yudha mengungkapkan perihal awal mula tradisi Grebeg dilaksanakan di Kraton. Menurut dia, tradisi Gunungan merupakan bentuk perhatian raja Kraton Yogyakarta pada rakyatnya dengan cara membagikan hasil bumi yang direpresentasikan dalam bentuk gunungan.
"Grebeg ini merupakan sedekah Raja Kraton Yogyakarta yakni Sultan Hamengkubuwono bagi masyarakat untuk bisa melaksanakan prinsip-prinsip keislamannya yakni keimanannya. Oleh karena itulah tradisi itu tetap dilaksanakan hingga saat ini karena Kraton merupakan kerajaan Islam hingga saat ini," ungkapnya.
Selaku Panglima Perang Kraton Yogyakarta yang bergelar Manggalayudha, GBPH Yudhaningrat juga yang memimpin pasukan kirab gunungan pada prosesi tiga Grebeg yang ada di Kraton Yogyakarta. "Di Kraton Islam di Indonesia seperti di Solo, Cirebon Kasepuhan, Kanoman dan Yogyakarta ada tiga tradisi Grebeg yakni Mulud atau Maulid Nabi, Besar dan juga Syawal seperti yang hari ini dilaksanakan," ungkapnya lagi.
Gusti Yudha juga mengatakan bahwa Grebeg Syawal tahun 2015 Masehi atau 1436 Hijriyah yang dilaksanakan tadi merupakan sedekah raja Kraton Yogyakarta seturut yang diyakininya yakni Sultan Hamengkubuwono. "Saya memimpin Grebeg atasnama Hamengkubuwono dan ini merupakan sedekah raja Hamengkubuwono, karena hanya itu raja Kraton Yogyakarta," imbuhnya.
Di acara prosesi Grebeg Syawal sendiri menurut dia ada 7 gunungan yang dibuat dan diusung untuk diperebutkan oleh masyarakat. "Ada tiga gunungan kakung dan 1 gunungan wadon, darat, gepak dan pawuhan. Satu gunungan dibawa ke Kepatihan, kemudian satu lagi ke Pura Pakualaman dan sisanya dibagikan di halaman Masjid Gede Kauman," tutupnya. (M-1)
Kepada wartawan usai memimpin prosesi kirab Gunungan, Gusti Yudha mengungkapkan perihal awal mula tradisi Grebeg dilaksanakan di Kraton. Menurut dia, tradisi Gunungan merupakan bentuk perhatian raja Kraton Yogyakarta pada rakyatnya dengan cara membagikan hasil bumi yang direpresentasikan dalam bentuk gunungan.
"Grebeg ini merupakan sedekah Raja Kraton Yogyakarta yakni Sultan Hamengkubuwono bagi masyarakat untuk bisa melaksanakan prinsip-prinsip keislamannya yakni keimanannya. Oleh karena itulah tradisi itu tetap dilaksanakan hingga saat ini karena Kraton merupakan kerajaan Islam hingga saat ini," ungkapnya.
Selaku Panglima Perang Kraton Yogyakarta yang bergelar Manggalayudha, GBPH Yudhaningrat juga yang memimpin pasukan kirab gunungan pada prosesi tiga Grebeg yang ada di Kraton Yogyakarta. "Di Kraton Islam di Indonesia seperti di Solo, Cirebon Kasepuhan, Kanoman dan Yogyakarta ada tiga tradisi Grebeg yakni Mulud atau Maulid Nabi, Besar dan juga Syawal seperti yang hari ini dilaksanakan," ungkapnya lagi.
Gusti Yudha juga mengatakan bahwa Grebeg Syawal tahun 2015 Masehi atau 1436 Hijriyah yang dilaksanakan tadi merupakan sedekah raja Kraton Yogyakarta seturut yang diyakininya yakni Sultan Hamengkubuwono. "Saya memimpin Grebeg atasnama Hamengkubuwono dan ini merupakan sedekah raja Hamengkubuwono, karena hanya itu raja Kraton Yogyakarta," imbuhnya.
Di acara prosesi Grebeg Syawal sendiri menurut dia ada 7 gunungan yang dibuat dan diusung untuk diperebutkan oleh masyarakat. "Ada tiga gunungan kakung dan 1 gunungan wadon, darat, gepak dan pawuhan. Satu gunungan dibawa ke Kepatihan, kemudian satu lagi ke Pura Pakualaman dan sisanya dibagikan di halaman Masjid Gede Kauman," tutupnya. (M-1)
0 komentar: